Berliku Jalan Menuju Kampung Halaman: Tips Bepergian Menggunakan Pesawat Jarak Jauh dengan 2 Balita

Prolog:

Sevilla – Madrid: 13.30-14.45 masih diantar suami

Madrid – Roma: 17.50-20.20 : transit 1 jam 25 menit

Roma – Abu Dhabi: 21.45 – 03.00 (waktu setempat 05.00) : transit 5 jam

Abu Dhabi – Jakarta: 08.00 (11.00) – 18.25 (23.25)

Total perjalanan dari airport ke airport: 29 jam

Bepergian solo dengan 2 anak berusia masing-masing 16 bulan (Bita) dan 3 tahun 2 bulan (Raya), tentu saja mengundang perhatian banyak orang. Mulai dari yang CCP alias curi-curi pandang sampai yang terang-terangan bertanya dengan nada iba seperti petugas security control Madrid, “Are you travelling alone?” katanya. Lahh, 2 bocah ini gak diitung Pak? 🙂

Setelah bertangisan di Madrid Airport diiringi omelan Raya, “Don’t cry Bapak! Don’t cry Ibu!”, akhirnya petualangan the powerpuff girls ini pun dimulai, hehe 😀

IMG_20140629_165202

Maaf fotonya kabur, yang moto sambil nangis, yang difoto juga nangis hehe *tunjuk diri sendiri*

Tantangan pertama… Jarak antara security control Madrid Airport menuju gate saya berangkat ke Roma ternyata cukup jauh. Apalagi, untuk anak 3 tahun seperti Raya. Selain itu, kalau saya memaksakan jalan, waktunya pasti akan molor karena mengikuti kecepatan kaki Raya. Saya ambil trolley dan berharap menemukan dudukan untuk anak. Ternyata hasilnya nihil. Malah, di gagangnya dipasangi stiker “dilarang menaruh anak di atas trolley”. Setelah mengukur waktu dengan jam lalu lirik kanan-kiri, akhirnya dengan bismillah saya pun nekat mendudukkan Raya di atas trolley…

Wihhh, rasanya super! XD Sambil menggendong adik Bita dan menjaga keseimbangan Raya, saya juga harus bermanuver kanan-kiri untuk menghindari…petugas bandara. Alhamdulillah, akhirnya selamat tanpa kendala! *Please don’t try this, but if you insist, make sure that you have a good racing skill 😛 *

Penerbangan pertama: Madrid-Roma

Alhamdulillah etape pertama ini lancar.. Kakak Raya tertidur pulas sepanjang perjalanan. Adik Bita pun nggak rewel. Tapi ternyata cobaan baru datang setelah itu. Di dalam bis yang mengangkut kami dari pesawat menuju terminal Rome Airport, ibu yang duduk di sebelah mencolek saya yang sedang fokus pada adik Bita di dalam gendongan. “Anakmu muntah….” Masya Allah, Raya! 😥

Saat itu memang sudah jam 20.20 malam. Waktu makan malam untuk Raya sudah terlewat. Sementara gate yang jauh di Madrid sebelumnya membuat waktu kami  untuk boarding menjadi mepet. Raya nggak sempat makan bekal yang saya bawa. Apalagi, begitu di pesawat juga dia langsung tidur selama 3,5 jam penuh. Lengkap sudah perutnya kosong. Saya bersihkan bajunya dengan tisu ala kadarnya, sulung saya yang manis ini pun tersenyum. Tak tampak sedikitpun rasa nggak enak badan atau rewel. Ya Allah, iba rasanya hati ini melihatnya…. 😥

Hanya 1,5 jam lagi yang tersisa bagi kami sebelum pesawat ke Abu Dhabi take off. Sebelumnya, saya harus melewati passport control di bagian imigrasi dan berpindah terminal dari terminal 1 ke terminal ke 3. Sementara… perut Raya kosong dan harus diisi. “I’m hungry, Ibu.” Croissant dan buah yang saya tawarkan ditolak olehnya. Mungkin sudah bosan…. Menunggu makanan di pesawat? Tidak mungkin. Paling cepat baru sejam setelah take-off makanan dihidangkan. Itu artinya masih 2 jam lagi :/ Saya tawarkan pizza dan dia pun mengangguk.

Alhamdulillah saat itu antrian passport control tidak begitu ramai. Hanya sekitar10 orang di depan saya. Selepasnya, saya bergegas mencari gerai pizza. Bandara Roma yang ramai membuat saya cukup kesulitan menggendong Bita dan menuntun Raya sekaligus. Tak ada satupun trolley yang bisa saya temukan. :/

Setelah berhasil membeli pizza, tantangan selanjutnya adalah bagaimana caranya Raya makan. Tak mungkin kami berhenti saat itu karena tinggal 45 menit sebelum kami harus take-off. Saya hibur dia untuk terus bersabar sebelum bisa menyantap pizzanya. Sementara itu, langkah kaki pun saya percepat. Raya sampai harus setengah berlari. Terlihat oleh saya petunjuk menuju terminal 3, hati sudah girang bukan kepalang. Tak dinyana, begitu kami membelok, yang ada adalah peron kereta. Ternyata kami harus menaiki kereta dulu untuk berpindah terminal! o_O Blessing in disguise, karena selama 5 menit perjalanan kereta itu lah akhirnya Raya bisa memakan pizza-nya. Alhamdulillah!

Penerbangan kedua: Roma-Abu Dhabi

Etape kedua ini bisa dibilang yang terburuk. Bayangkan, pesawat take-off jam 21.45 dan tiba jam 05.00 waktu setempat dimana waktu biologis kami sebenarnya masih jam 03.00 dini hari. Adik Bita cranky karena waktu tidur sudah tiba, tapi lampu masih benderang dan awak kabin berisik hilir mudik menyajikan makanan. Alhasil, malam itu saya hanya sempat tidur 1 jam. 😡 Sementara anak-anak, baru bisa pulas 2-3 jam sebelum mendarat. Saya pun memutuskan untuk keluar pesawat paling akhir. Tak sampai hati membangunkan anak-anak yang baru saja terlelap. Adik Bita sih bisa saya gendong, tapi Raya? Tak mungkin saya bisa menggendong keduanya. 😦

Apa boleh buat, tega tak tega, akhirnya saya bangunkan juga Raya. Duh…, sepanjang malam dia hanya tidur 2 jam saja! Langkahnya tersaruk-saruk, saya bayangkan pasti rasanya pusing sekali dipaksa harus bangun. Begitu pula yang saya rasakan saat itu. 😥 Hal yang kemudian harus kami lakukan setelahnya adalah mengantri di transfer desk untuk memperoleh boarding pass lanjutan.  Antriannya sungguh luar biasa. Setelah antrian bergeser beberapa langkah, tiba-tiba Raya minta pipis. Itu artinya kami harus ke toilet dan mengulang antrian dari awal! 😥

Setelah kembali dari toilet dan mengulang antrian, Raya pun mulai cranky. Untungnya adik Bita masih terlelap dalam gendongan.Saat itulah turun malaikat berwujud keluarga Australia. Sang Bapak memanggil saya, “Ini tempatmu, balik sini saja,” ternyata dia membantu nge-take antrian selama kami di toilet tanpa diminta. Alhamdulillah!

Kakak Raya masih saja rewel, sang Bapak kembali mengambil inisiatif. Dia panggil petugas supaya kami didahulukan, “Can’t you see that she brings TWO BABIES?” katanya. Si petugas terlihat ragu-ragu. Saya bilang saja, “It’s OK, but could you please give me a baby stroller.” Saya memang memasukan stroller ke dalam bagasi, atas alasan kepraktisan security control. Lagipula, stroller tidak akan keluar di Abu Dhabi karena mereka memang menyediakan pinjaman.

Akhirnya stroller kami terima, tapi Raya masih juga cranky. Saya mulai ajak dia bermain dan bercerita. Pelan-pelan dia pun mulai normal dan ceria. Adik Bita di dalam gendongan lalu terbangun, alhamdulillah sama sekali nggak rewel. Kami bertiga pun sudah mulai bisa tersenyum… Tiba-tiba terdengar suara si Bapak dari belakang saya, “Your girls are so nice and peaceful, just like their mom.” Allahu Akbar! Sungguh ungkapan yang membuat hati saya nyeeessss… Semoga saya sudah dilihat sebagai agen muslim yang baik bagi si Bapak dan keluarganya… ❤

Anak-anak setelah badai akhirnya berlalu... Bersiap menuju penerbangan terakhir.

Anak-anak setelah badai akhirnya berlalu… Bersiap menuju penerbangan terakhir.

 Penerbangan ketiga: Abu Dhabi-Jakarta

Alhamdulillah secara umum etape terakhir ini bisa dikatakan lancar… Di sebelah saya duduk seorang mbak TKW yang juga banyak membantu saya. Meskipun pesawat kami delayed 1 jam, bagasi keluar paling belakang, dan stroller ketinggalan, tapi pada akhirnya saya bersyukur karena kami pun tiba di Jakarta dan disambut dengan keluarga. That is the most wonderful thing at last 🙂

Nah, berdasarkan pengalaman saya jumpalitan kemarin (hehe), saya ingin berbagi tentang bagaimana mempersiapkan dan menghadapi perjalanan jauh hanya dengan anak-anak saja.

1. Sosialisasikan Rencana Perjalanan Sejak Jauh Hari

Anak yang sudah bisa diajak berkomunikasi, bisa kita siapkan mentalnya jauh hari sebelum hari H itu tiba. Untuk mempermudah visualisasi –dan kebetulan Raya memang suka sekali membaca– saya memilih media buku. Saya cari sejak jauh hari buku apa yang kira-kira cocok. Lalu saya bacakan beberapa hari jelang keberangkatan juga ketika awal perjalanan.

Pilihan saya adalah buku tentang airport dan buku tentang pengalaman pertama naik pesawat (Going on a Plane). Memang ini bukan kali pertama Raya naik pesawat, tapi ini kali pertama dia sudah ngeh dan komunikatif hehe. Bagusnya buku Going on a Plane ini adalah dia menceritakan sejak dari packing, perjalanan ke airport, lewat security control, boarding dan pake seat belt, meal time, sampai landing dan mengambil bagasi di conveyor belt. Ini bukunya:

2. Siapkan Mainan Baru

It’s no secret that kids love new toys. Selain buku, beberapa mainan saya sembunyikan dulu sampai hari-H. Ada buku mewarnai, sticker, mainan berbunyi untuk adik Bita, dll. Beberapa orang bilang bahwa playdough juga bagus untuk membuat anak asik selama di perjalanan. Masalahnya, ketika bepergian tidak hanya dengan satu anak melainkan dua (dan berumur 1,5 tahun pula), yang tadinya asik bisa berubah jadi gak asik… semisal, playdoughnya dicoba dimakan atau dilempar hehe. Jadi saya skip the playdough.

Hindari juga mainan yang printil-printil, karena ketika itu jatuh ke kolong kursi, surga dunia bisa berubah jadi neraka.

3. Bawa Mainan/Barang Favoritnya

Anak-anak senang dengan mainan baru, tapi mereka juga pastinya merasa nyaman dengan mainan lamanya. Untuk itu, saya pilih boneka kesayangan Raya untuk dia bawa selama perjalanan kami ini. Anak, juga bisa diajak untuk memilih apa yang ingin mereka bawa, atau pilih juga oleh kita beberapa barang dan buat sebagai suprise bagi si anak ketika dia mulai tidak nyaman.

4. Ajak Anak untuk Mengajari Bonekanya (Jika Dibawa) Tentang Bagaimana Bepergian

Dari buku Going on a Plane itu, saya katakan juga pada Raya bahwa nanti bonekanya juga harus duduk yang manis dengan seat belt terpasang ketika dalam pesawat. Buat saya, cara ini cukup efektif karena Raya senang duduk bareng dengan bonekanya di dalam pesawat. “Like Ibu,” katanya sambil menunjuk saya yang memangku adik Bita. Walaupun efek sampingnya, ketika saya menyusui adik Bita, dia juga ikut-ikutan “menyusui” bonekanya hehe 😀

5. Bawa Snack Favorit Anak-anak

Tidak semua anak suka makanan dalam pesawat. Jadi ketika dia menolak makan dan hanya ingin makan snack, jangan khawatir. Karena itu, siapkan snack yang ringan dan juga agak berat seperti croissant atau donat, juga buah-buahan seperti apel dan pisang.

6. Siapkan BIB (slabber) dan Gelas Sippy Cup

Mengganti baju tidak selalu mudah ketika dalam penerbangan, maka dari itu saya juga menyiapkan slabber supaya remah-remah makanan dan minuman tidak mengotori baju anak-anak. Minuman yang diberikan penerbangan juga biasanya saya minta untuk dituang dalam sippy cup.

 

7. Buat Rencana-rencana Darurat dalam Situasi yang Tidak Nyaman

Beberapa momen yang paling tricky dalam penerbangan adalah: saat mengantri untuk passport control/transfer desk, atau saat-saat menjelang take-off dan landing dimana semua harus duduk manis dengan seat belt. Siapkan beberapa ide seperti permainan tebak-tebakan, atau bercerita/mendongeng. Terakhir, siapkan snack kesukaan anak-anak seperti coklat, chips, atau permen. Saya sangat jarang memberikan mereka makanan seperti itu, tapi untuk kondisi darurat, ini adalah pilihan terbaik 😉

8. Untuk Penerbangan Malam, Buat Mereka Senyaman Mungkin

Penerbangan kembali ke Sevilla kemarin, kami berangkat jam 01.45 dini hari dari Jakarta. Anak-anak saya pakaikan piyama yang longgar. Bila perlu, siapkan juga mainan yang biasa mereka peluk ketika tidur, buku cerita, dll. Ketika suasananya nyaman, anak akan tidur dengan mudah dengan durasi yang lebih lama. Sepanjang perjalanan 8 jam Jakarta-Abu Dhabi kemarin, Raya nggak akan bangun kalau nggak saya bangunkan untuk sarapan.

9. Siapkan Ekspektasi Se-realistis Mungkin

Bepergian bersama anak berarti misi kita bertambah. Bukan hanya bagaimana caranya supaya selamat sampai tujuan, tapi juga bagaimana membuat mereka nyaman. Meskipun untuk itu, mungkin kita harus mengorbankan kenyamanan kita sendiri. Ketika saya berpikir realistis, saya bisa ikhlas ketika saya tidak bisa tidur sebelum semua anak tidur. Atau ketika adik Bita tidak kebagian basinet dalam perjalanan Roma-Abu Dhabi dimana saya harus menggendongnya sepanjang malam. That way, saya juga bisa berpikir lebih jernih ketika anak cranky meskipun kondisi saat itu pun sama lelahnya.

Berita baiknya, anak-anak cepat beradaptasi. Penerbangan kembali kami ke Sevilla dilalui dengan relatif mudah. Meskipun memang kali ini saya bepergian dengan suami, tapi Raya juga sudah lebih mengerti tentang rutinitas apa dan bagaimana ketika bepergian dengan pesawat 🙂

53 thoughts on “Berliku Jalan Menuju Kampung Halaman: Tips Bepergian Menggunakan Pesawat Jarak Jauh dengan 2 Balita

  1. Waaaaaaaaaahhh…saya harus berkomentar gimana ya? Campur aduk perasaannya. Ada haru yang membuat mata berkaca-kaca, ada yang bikin tertawa, ada perasaan kagum dan sebagainya. Pinjam ucapannya Syekh Ali Jabber aja: “Saya tidak bisa berkata apa-apa selain Subhanallah” 🙂

    Selain ingin menjumpai keluarga Mbak Nuy di Jepang, berjumpa dengan keluarga Mbak Riana adalah salah satu keinginan saya. Keluarga2 yang inspiratif. Semoga bisa terwujud. Aamiin…:)

    Salam untuk duo krucil yang manis-manis 🙂

    Like

    • Terima kasih banyak mbak Sofi, saya juga jadi bingung balasnya… Aamiin2, semoga jadi doa.. Masih kelas amatir ini mbak, masih harus banyak belajar.. Semoga suatu saat kita bisa ketemu ya.. 🙂

      Like

  2. wow ceritanya super ser …. sampai kayak baca novel aja rasanya. mba riana hebat yah. thanks for sharing, secara anakku jg seumuran adik bita

    Like

  3. Mba… aduh ceritanya bener2 deh bikin mewek 😀 terutama kesabaran dan pengertian anak2nya. kakak saya anaknya 4, dari selandia baru ke bandung ribetnya setengah mati. kakak saya penyabar juga, bawa mainan dan buku jadi selama di pesawat dan bandara anak2nya diajak main. sementara dia sendiri matanya udah kayak panda 😀 Tapi dia gak nulis prosesnya sampe kayak mba begini jadi saya cuma cengengesan aja kalo dia cerita. hehhehe. Oh my semoga kalian ibu2 penyabar dan kuat ini pada dikasih rejeki berlimpah dan kesehatan yang baik. amin.

    Like

    • Waahh, 4 anaaakk.. Bisa jadi 2x lipat dari saya repotnya 😀 Iya mbak, pas cerita sama suami juga dia gak begitu kebayang… Begitu ngerasain sendiri sebulan kemudian dengan rute yang sama, baru deh lebih meng-apresiasi hahaha 😀
      Aamiiin2.. makasih banyak doanya ya mbak.. Mendoakan yg sama untuk mbak Nurul 🙂

      Like

  4. wahhhh mak hebattttt!bisa ya mak bepergian jauh br-tiga ma balita,sy pulkam dari jakarta-sukabumi yg deket aja ga berani klo cuma berdua ma anak sy yg msh 2 thn,apalagi klo antar benua??ahhh ngebayangin’y aja sy g mampu,heee… salam hangat 🙂

    Like

  5. Subhanallah… Emak memang supermom, kalo bapak2 dihadapkan dengan hal ini pasti langsung stress yah hehehe… salut dan bangga juga dengan bayi Bita dan kakak Raya, you both are wondergirls :*
    Baca paragraf demi paragraf perasaan saya campur aduk mak, apalagi pas episode kakak Raya belum makan, terkantuk-kantuk karena bobonya singkat2, emosi saya terenyuh. Mata saya berkaca-kaca pas ada sang Bapak yang baik hati kasih perhatiannya seolah dia tau kalo emak emang bener2 kerepotan…

    What a great and unforgetable expirience ya Mak.

    Salam hangat selalu
    Zia

    Like

  6. aku yang baca jadi ikutancapek mak…ga kebayang repotnya…mak ini penyabar sekali…mudah – mduahan bisa nular sabarnya…kayaknya tips juga bisa di pake buat mudik lebaran antar kota antar provinsi hehehe…salam kenal ya mak…

    Like

    • bisaaa mak buat mudik AKAP, apalagi kalo pake mobil lebih enak dan fleksibel hehe. wah aslinya saya gak sesabar itu kok mak.. benerrr,, ini tuntutan situasi dan kondisi 😉

      Like

  7. wuaaaahh 29 jam
    salut Mak!
    saya pernah sendirian sama baby dari Sby ke Jkt aja udah puyeng hihihi
    pas di pesawat si baby nangis lagi huhuhu
    untungnya pas ambil bagasi ada org yang berbaik hati nolongin bawain sebagian bawaan saya
    selanjutnya kalau disuruh jalan sendiri lagi sama baby, hmmm, saya mikir2 lg deh hihihi 😀

    Like

    • saya juga agak kapok pergi bertiga-an lagi… tapi begitu suami ngajuin proposal pulang duluan kaya gini lagi untuk tahun depan (atas alasan yg sama, cutinya beliau yg terbatas), langsung deh saya ngangguk2. tarikan untuk mudik lebih gede daripada rasa kapoknya 😀

      Like

    • orang bilang kesabaran ada batasnya, entah kenapa di situasi kemarin, rasanya memang sabar saya lagi nggak berbatas… padahal sih di rumah sering banget ngomel2 hehe. makasih banyak ya mak, atas apresiasinya.. semoga tipsnya bermanfaat 🙂

      Like

  8. Subhanallah.. !!selalu saya ucapkan baca cerita mb riana kalimat per kalimat…. selalu ada pertolongan dari Allah swt kepada hambanya melalui mkhluk2nya… sehingga perjalanan yg sangat jauh bisa dilalui dengan baik…kereen kesabaran yg hebat, kakak raya dan adik bita juga hebaat…. ibrahim’s family always has a inspiring story….

    Like

  9. akk.. kece badaai banget rabita 🙂
    pokoknya aku mantengin terus ibrahim’s family …
    lucuk aja pas raya ngomel don’t cry bapak! don’t cry ibuk!

    Like

  10. Pingback: Frozen Food/Makanan Beku: Bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian – Part I | Ketika keluarga Ibrahim bercerita...

  11. Bacanya sampe nahan napas dari awal dan baru lega di akhir cerita. Dulu aja pergi dengan dua anak pake penerbangan domestik udah ribetnya minta ampun. ini 29 jam. gak kebayaaaang…bener-bener hebaaatz…

    Like

  12. Subhanallah …kagum bgt sama semangat mbak PP bawa 2 anak kecil2, dibanding saya yang PP Kudus-Semarang dengan wkt 45-60 menit saja udah kelabakan.Salam kenal dari Kudus ya mbak Riana smart n cuaem 🙂

    Like

    • aamiiin2, kalimat terakhirnya bikin terbang hehe..
      kepaksa kok mbak.. kalo dipikir2 memang itu di luar batas kemampuan saya harusnya.. ditolong oleh Sang Maha Penolong 🙂

      Like

  13. Subhanallah..nangis baca ini dikantor, jadi inget anak dirumah yg hanya berjarak 15menit dr kantor..
    Keren banget..anakku 15 bulan, kurleb seperti Dede Bita saat itu kali ya, klo aku mungkin udah nangis guling2 mba, bayanginnya..ke mall cuman berdua anakku aja udah uring2an minta jemput suami, lah ini Spain-Indonesia, dan bbrp kali transit dengan 2 balita! Super banget.. terbuat dari apa mentalnya mba? Ibu dan anak2 sama2 dianugerahi mental mandiri dan cerdas..hebat..

    Like

  14. mungkin udah nangis guling2 mba, bayanginnya..ke mall cuman berdua anakku aja udah uring2an minta jemput suami, lah ini Spain-Indonesia, dan bbrp kali transit dengan 2 balita! Super banget.. terbuat dari apa mentalnya mba? Ibu dan anak2 sama2 dianugerahi mental mandiri dan cerdas..hebat..

    Like

  15. Super dah mbak. Aku ngajakin si kecil umur 7 tahun. dah ribetnya minta ampun. Tapi ribetnya bikin happy, kadang melakukan hal hal konyol berdua di airport. So far, kita dah melampaui jarak Surabaya – Delhi berdua. masih menunggu trip hebih selanjutnya. 😀

    Like

  16. aahhhhhh super Mom kereennn, moga2 i can do the same thing Mba… nemu blog ini awalnya search pengalaman orang2 transit di abu Dhabi yang pindah terminal, will pass immigration or not, need visa or not,.. malah nemu bacaan ini yang bikin mewek dan terharu sampe sampe mengharu biru

    Like

  17. Waahh keren ri, super MOM!
    Kmrn bawa baby satu ke osi sendirian aja rasanya udh super duper pusing, apalagi ini jarak jauuuh >.<
    Langsung disave nih artikelnya krn nnti rencananya baby mau nyusul ke UK, brkgt brg2 suami sm aku tp baliknya suami aja sm baby.. Mdh2an bs ikutin tips2nya spy lancar 🙂 Thx a lot!

    Like

Leave a comment