Melihat Jakarta di Gothenburg

Leisure Republika, 9 Desember 2014

*)

Kaki saya akhirnya menapak kembali di negara Swedia. Tak terasa, ternyata sudah setahun saya meninggalkan Gotheburg. Tempat yang pernah menjadi rumah bagi saya selama lima tahun lamanya.

Gothenburg, atau dalam penulisan aslinya Göteborg, merupakan kota kedua terbesar di Swedia, setelah ibukota Stockholm. Letak geografisnya berada di tepi pantai barat Swedia, negara yang banyak orang keliru dan menyamakannya dengan Swiss.

Mengingat posisinya yang berada nyaris di belahan bumi paling utara, suhu di Gothenburg tergolong dingin. Apalagi ketika musim dingin tiba, tubuh tropis saya kadang tak kuat berlama-lama di luar. Maklum, temperaturnya bisa mencapai minus 20 derajat.

Beruntung kunjungan napak tilas saya kali ini jatuh pada musim gugur. Suhu tak begitu menggigit meski angin kadang mulai tak ramah. Pohon-pohon terlihat menguning dan daunnya berguguran dengan latar belakang awan yang kelabu. Ciri khas pemandangan Gothenburg di bulan Oktober.

Kanal di Musim Gugur

Musim Gugur di Göteborg

Tak banyak yang tahu bahwa kota Gothenburg memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan kota Jakarta. Kota ini lahir pada tahun 1621 setelah sebelumnya berada dalam penguasaan Denmark. Kota dengan populasi sekarang sekitar 700 ribu orang ini sebenarnya dirancang oleh para insinyur Belanda. Saat itu, Belanda memang dikenal sebagai ahli dalam membangun konstruksi di atas tanah rawa.

Atas perintah raja Swedia, para insinyur Belanda menggali empat kanal untuk menyalurkan air ke sungai Göta, sungai yang mengalir di tengah kota Gothenburg. Saat itu kondisinya tengah diburu waktu. Raja ingin pembangunan bisa secepatnya terlaksana untuk menghindari serangan kembali dari Denmark. Para insinyur itu pun akhirnya memutuskan untuk meniru cetak biru yang sudah ada.

Di saat yang sama itulah, pemerintah Belanda juga sedang membangun Batavia, cikal bakal Kota Jakarta. Mereka membangun kanal, jembatan, balai kota dan jalan-jalan sedemikian rupa sehingga sangat mirip dengan kota-kota di Belanda. Bisa ditebak, akhirnya cetak biru yang dipakai untuk membangun Gothenburg adalah cetak biru yang sama dengan apa yang dipakai di Jakarta.

Tak heran, tiap kali saya berdiri di jembatan Brunnsparken yang membelah Kanal Stora Hamn, ada deja vu yang terasa. Dimensi ruang puluhan ribu kilometer seakan memendek dan membawa saya seolah berada di daerah Kali Besar, Jakarta. Tata letak Gothenburg, jalan, dan kanal memang memiliki kemiripan yang mencolok dengan ibukota Indonesia. Bahkan tingkat kemiripannya bisa di rasakan dari penempatan bangunan-bangunan utama di dua kota tersebut. Letak Kantor Pos besar di Jakarta yang menghadap sungai sama posisinya dengan gedung kantor pos besar di Dröttningtorget 10, yang sekarang menjadi Clarion Hotel Post. Tentu saja bedanya dengan Jakarta, tak ada sampah yang mengapung di atas sungainya.

Kanal Stora Hamn - Brunnsparken

Kanal Stora Hamn – Brunnsparken

Di luar penataan kota, pengaruh Belanda di Gothenburg  di bidang lain juga sangat besar. Karena perannya yang sangat penting dalam membangun kota ini, Gothenburg pernah mengikuti hukum Belanda. Bahkan, bahasanya pun sempat akan dijadikan bahasa resmi. Hanya saja, pada perjalanannya di pertengahan abad ke-17, Kerajaan Swedia kemudian mengambil alih sepenuhnya kota ini. Sementara Batavia tetap dalam penguasaan Belanda hingga kembali ke Indonesia pada masa kemerdekaan.

Gothenburg memperoleh sumber kekayaan dari hasil perdagangan internasional melalui jalur laut di masa silam. Kongsi perdagangan yang berdiri disana dinamakan The Swedish East India Company. Perusahaan ini didirikan seabad setelah kota Gothenburg lahir, pada tahun 1731. Keuntungan yang dihasilkan sangat besar terutama dengan perdagangan yang dilakukan dengan negara Tiongkok. Selama berabad-abad, para saudagar dari Belanda, Jerman dan Skotlandia menetap di Gothenburg. Karena itulah, sejak dulu Gothenburg telah menjadi kota internasional. Semangat multikulturalnya pun tetap terasa hingga hari ini.

Pelabuhan Gothenburg

Pelabuhan Gothenburg

Banyak bangunan di sekitar Kanal Stora Hamn yang bernuansa klasik. Salah satu contohnya adalah Östindiska Huset yang pernah berfungsi sebagai kantor pusat The Swedish East India Company. Bangunan ini dibangun pada tahun 1762 dan dialihfungsikan menjadi museum kota (Göteborg Stadsmuseum) sejak tahun 1861. Museum ini merupakan museum sejarah dan budaya. Barang yang dipamerkan diambil dari sejarah Gothenburg dan Swedia bagian Barat mulai dari zaman Viking hingga saat ini.

Östindiska Huset - Museum Kota Gothenburg

Östindiska Huset – Museum Kota Gothenburg

Dalam beberapa tahun terakhir, Gothenburg makin memiliki ciri khas tersendiri dibanding kota besar lainnya di Swedia. Kota ini telah menjadi tujuan bagi banyak wisatawan asing yang ingin menikmati rasa Swedia yang lebih otentik. Terlepas dari pelabuhan yang sarat dengan kontainer, wisatawan akan dikejutkan dengan pusat kota yang sangat indah. Lalu lintas trem yang membelah jalan juga ikut mempercantik tampilan kota.

Pusat kota Gothenburg dapat dibagi menjadi tiga daerah; jalan-jalan di antara Kanal Stora Hamn dan stasiun kereta, pusat belanja Brunnsparken di antara sungai dan taman Trädgårdsföreningen, serta Kungsportsplatsen yang didominasi oleh Avenyn, jalan utama kota. Di luar pusat kota, ada tiga daerah lagi yang patut untuk dieksplorasi; Vasastaden di sebelah barat Avenyn dengan arsitektur romantis khas abad ke-19, Haga yang dulunya merupakan distrik kelas pekerja di sebelah barat Vasastaden, serta Linné di daerah barat dan selatan Haga yang di dalamnya terletak taman Slottsskogen serta kebun botani Botaniska Trädgården.

Gothenburg juga telah menjadi rumah bagi galeri, museum dan restoran kelas dunia. Di kota ini ada empat restoran berlevel Michelin yaitu Bhoga, Sjömagasinet, Restaurant 28+ dan Thörnströms Kök. Sebuah jumlah yang besar dan membuat Gothenburg berada pada peta restoran ternama di dunia. Lokasinya tersebar mulai di pusat kota seperti Brunnsparken, Avenyn, hingga Haga.

Aktifitas  kafe dan restoran ini tidak pernah berhenti dengan berubahnya musim. Di musim dingin, kafe di Gothenburg tak pernah mati. Wangi kopi panas tetap menyeruak dan sepotong kue seperti kanelbullar atau roti kayu manis biasanya ikut menemani. Kehangatan yang tetap ada meskipun hujan salju turun dengan cantik di luar jendela.

Selepas musim dingin, taman kota berubah menjadi warna-warni. Bunga-bunga pun bermekaran di musim semi. Salah satu tempat yang menarik untuk dikunjungi di musim semi adalah Taman Botaniska (Botaniska Trädgården). Taman ini memiliki berbagai jenis tumbuhan dan bunga dari seluruh dunia. Danau kecil di area pintu masuk juga menambah keindahan seluruh taman. Apalagi, tiap tahunnya tema tumbuhan yang ditanam juga berganti-ganti. Pengunjung pun tak pernah bosan untuk sekedar menikmati keindahan atau berpikinik bersama keluarga dan sahabat.

Taman Botaniska

Taman Botaniska

Seperti Jakarta, Gothenburg juga dikelilingi beberapa pulau kecil. Selain di taman kota, cuaca yang hangat biasanya menjadi favorit bagi banyak orang untuk berpiknik atau pesiar ke pulau-pulau terdekat. Pantai dan wisata alam liar merupakan salah satu daya tarik di kepulauan Gothenburg. Kita juga bisa melihat lebih dekat bagaimana kehidupan penduduk lokal disana. Rata-rata mereka memiliki kapal pribadi yang ditambatkan di rumah-rumah pelabuhan kecil. Pemandangan yang unik dan cantik. Sepanjang bulan April hingga September merupakan saat yang paling pas untuk melakukan wisata kepulauan.

Kepulauan Gothenburg 2

Kepulauan Gothenburg

Kepulauan Gothenburg

Pusat kota Gothenburg sebenarnya bisa disusuri dengan berjalan kaki. Tapi beberapa tempat seperti taman dan kepulauan mengharuskan kita untuk menggunakan transportasi umum, Transportasi di Kota Gothenburg sendiri sangat modern dan efisien. Cukup dengan satu kartu, kita bisa menggunakan seluruh moda yang ada termasuk trem, bus, dan ferry. Bayangkan seperti kartu Trans Jakarta namun juga bisa digunakan untuk menyeberang hingga pulau-pulau di jajaran kepulauan Seribu. Bagi turis, selain membeli kartu yang diisi dengan saldo, juga ada pilihan kartu untuk 1 hari seharga sekitar 7 Euro atau 3 hari seharga sekitar 18 Euro.

Trem di Gothenburg

Trem di Gothenburg

Selain keindahan alam, Gothenburg juga menawarkan atraksi modern. Taman hiburan Liseberg misalnya. Taman ini merupakan salah satu taman hiburan terbesar di Skandinavia. Berbagai atraksi mulai dari usia balita hingga dewasa ada disana. Pengunjung bisa sekedar bersantai di kincir ria ataupun bermain seluncuran yang mampu memicu adrenalin.

Selain Liseberg, wisata modern yang sayang untuk dilewati adalah Universeum. Tempat ini adalah sejenis taman sains dan edukatif yang lokasinya bersebelahan dengan Liseberg. Sehari rasanya tak cukup untuk menikmati semua yang disediakan disana. Bangunannya terdiri dari 5 lantai dimana pengunjung bisa menikmati atraksi mulai dari dunia bawah laut, hutan tropis, gurun, hingga luar angkasa. Ide awalnya adalah untuk memberikan pemahaman bagi anak-anak tentang berbagai suasana di alam semesta ke dalam bentuk nyata.

Untuk mencapai Kota Gothenburg dari Jakarta pun cukup mudah. Banyak maskapai penerbangan yang menawarkan penerbangan terhubung ke kota ini. Harga tiketnya bisanya berkisar antara 800-900 Euro untuk perjalanan pulang-pergi. Sebagai WNI, kita juga diwajibkan memiliki Visa Swedia atau Schengen untuk bisa memasuki negara Swedia.

Untuk makanan halal, Gothenburg memiliki berbagai macam pilihan. Tak hanya kebab, restoran Thailand muslim pun mudah untuk ditemui di pusat kota. Salah satu restoran Thailand halal bisa dijumpai di seberang Universeum. Sementara jika ingin makan kebab, lokasinya bisa ditemukan di Nordstan, area perbelanjaan besar di Brunnsparken.

Mata uang yang digunakan di Gothenburg adalah Swedish Kronor. Akan lebih mudah jika kita memiliki Euro lebih dulu untuk kemudian ditukarkan ke dalam bentuk kronor ketika memasuki negara Swedia. Untuk 1 Euro, kita bisa mendapatkan sekitar 11 Kronor. Tak perlu khawatir jika tak sempat membawa uang tunai karena anjungan tunai mandiri juga tersebar dimana-mana.

Sebelum pulang, akhirnya saya menyempatkan kembali berdiri di tengah jembatan Kanal Stora Hamn yang mengalir ke Sungai Göta. Sensasinya ternyata tak pernah berubah. Rasa rindu saya akan tanah kelahiran pun bisa sedikit terobati. Ah, Jakarta, semoga nasibmu kelak bisa sama seperti saudaramu di belahan bumi utara ini.

Oleh: Riana Garniati Rahayu, Traveller, Tinggal di Spanyol

*) Naskah asli sebelum diterbitkan di Rubrik Jalan-Jalan Leisure Republika: 9 Desember 2014

Tulisan yang juga dimuat di Leisure Republika: Mezquita, Menapak Jejak Islam yang Tersisa di Negara Spanyol

Tips menulis di Jalan-jalan Leisure Republika: Mejeng Dikit di Republika! 😉

15 thoughts on “Melihat Jakarta di Gothenburg

    • hehe.. fotonya di edit dikit biar wokeh dan layak tayang :)) makasih banyaaakkk udah di-reblog mama Ghaisa dan Thariq.. :* nulisnya juga sambil terkenang-kenang Swedia.. sayang mau masukin karesidenan Bergsjön dan Kortedala di artikel ini kok yaaa susah banget nyambunginnya :))

      Like

  1. Pingback: Mezquita, Menapak Jejak Islam yang Tersisa di Negara Spanyol | Ketika keluarga Ibrahim bercerita...

    • alhamdulillaah.. trimakasih mbak Myra sudah mampir.. iya mbak, karena 5 tahun tinggal disini jadi udah kebayang spot yang bagus *curang hehe*
      tempatnya memang oke banget! tenang.. maju tapi gak ramai dan sumpek kaya kota-kota besar 🙂

      Like

Leave a comment