mungkin ini posting yang sedikit terlambat. parahyangan sudah resmi jadi legenda sejak seminggu yang lalu, 23 april 2010. tapi tetep aja, saya, sebagaimana sekian banyak orang yg lain, rasanya ingin ikut berbagi kenangan yang pernah terjadi bersama kereta itu..
ingatan pun melayang kembali ke tahun 2003. menjadi mahasiswa baru di bandung dan pertama kali hijrah dari orang tua tentu saja sering muncul perasaan ingin pulang. karena rumah saya di pinggiran jakarta selatan, biasanya saya naik bus dari bandung ke jakarta dan berhenti di terminal lebak bulus. berhubung saya biasanya pulang hari jumat dan hari senin harus kembali kuliah, maka saya hampir selalu kembali ke bandung dengan kereta parahyangan karena stasiun kereta di bandung ada di tengah kota sementara terminal bus ada di pinggir kota. strategi saya waktu itu adalah bisa mencuri waktu semalam lagi di jakarta (malam senin) dengan naik kereta paling pagi di hari senin, jam 5 pagi. jam 8 kereta sampai di bandung dan saya pun bergegas mengejar kuliah pagi jam 9.
biasanya ayah saya pagi-pagi sekali jam 4 sudah siap di dalam mobil dan mengantar menuju stasiun. sampai di gambir, ayah saya selalu memberi uang lebih untuk tiket kereta. saya selalu naik kelas bisnis (waktu itu 45 ribu) dan ayah saya selalu memberi uang tiket 100 ribu. jadi saya untung 55 ribu. walaupun kalau mau naik kelas eksekutif pun masih untung 35 ribu, hehehe.
3 tahun kemudian, saya sudah menjadi mahasiswa tingkat 3. sudah ada laki-laki lain yang setia menjemput saya di gambir. iya, saya sudah mulai jarang naik bus pulang ke jakarta dan memilih naik kereta pulang-pergi. tentu saja setiap jam 4 pagi saya masih diantar ayah untuk berangkat kembali ke bandung. tapi laki-laki ini, dia selalu menjemput saya di stasiun setiap jumat sore sepulangnya dari kantor.
kalau saya sedang banyak tugas kuliah, dia yang berangkat ke bandung untuk menemui saya. tentunya masih dengan kereta parahyangan. selama 3 bulan, januari-maret 2006, parahyangan selalu menjadi teman kami tiap minggu, saya dan laki-laki itu.
laki-laki itu, sadar maupun tidak sadar, telah menjadikan parahyangan sebagai salah satu sarana unjuk gigi. meskipun ayah saya masih selalu membayari tiket untuk pulang ke bandung, tapi tiket saya ke jakarta selalu laki-laki ini yang membelikan. dan dia pun selalu memberikan saya tiket eksekutif 😉
selama 3 bulan itu, setiap tiket parahyangan yang kami beli, selalu saya kumpulkan. saya bundel jadi satu. sampai akhirnya, saya dan laki-laki itu menikah di bulan ke-4. sayang, bundelan tiket kereta itu sepertinya terbuang, bersamaan dengan kehijrahan saya kembali ke jakarta seusai lulus kuliah.
ahhh,, parahyangan. masih banyak kenangan yang ingin saya ceritakan sebenarnya. termasuk nasi gorengnya yang ngangenin!! 😀
untuk menutup posting kali ini, saya meng-quote paragraf terakhir dari artikel di kompas “Dalam Gerbong Kenangan Itu..”
“The past is never dead, it is not even past,” kata sastrawan Amerika, William Faulkner. Masa lalu tidak pernah mati, bahkan juga tidak pernah lewat. Meski kereta parahyangan telah lewat dan (setengah) “mati”, kenangan di dalam gerbong-gerbongnya tetap melaju…
gambar diambil di stasiun kota bandung, di depan kereta parahyangan. melepas laki-laki itu pulang kembali ke jakarta (status sudah resmi jadi suami istri! sepertinya ini pertama dan terakhir kalinya naik parahyangan setelah nikah ya?)
walah, kirain teh mau membicarakan parahyangan dengan meninjau dari sudut pengembangan wilayah a.k.a pake ilmu plano-nya..
eh ternyata curhat..
heu.. =p
LikeLike
huahahahah.. ini juga sebenernya lagi gak mood nulis..
kan dari judulnya juga “kereta kenangan”, jadi ya melankolis laahhh =))
kalo dari sudut pandang plano, tentu aja salah. negara2 lain berlomba2 memajukan public transport yang sustainable, sementara kita malah mendukung pasupati yang notabene digunakan oleh kendaraan pribadi. tapi cukup segini dulu deh komen ke-plano-an nya =))
LikeLike
Ternyata lebih romantis dari kisah saya. Wakakaka 😆
LikeLike
riiiii…baru baca gw postingan yang ini…
huhuhuuu…ternyata km akrab skali dgn kreta parahyangan! jjd sedih gw…heuheu..
benar ri! mari kita dukung sustainable transportation melalui kereta api… hehehe..
tetep pake kereta yaaa… cups!
LikeLike
hehe…ternyata sama ..kereta parahyangan menyimpan bnyak cerita berkesan…secara 2 mantan pacar ku punya kesan di kereta ini… mudah2 yg ketiga ini..berkesan juga tapi ga sampe jadi mantan…heheh…
LikeLike
cuma mo comment,,,
S O S..W..E..A..T,,,,
LikeLike
Keren mba, coba Bundelan tiketnya ga kebuang…he3
LikeLike