Mezquita, Menapak Jejak Islam yang Tersisa di Negara Spanyol

epaper_republika_Mezquita_JEJAK_ISLAM_YANG_TERSISA_DI_SPANYOL

Leisure Republika, 22 Februari 2014

*)

Matador dan tari flamenco, mungkin itu yang terpikir di benak anda ketika mendengar negara Spanyol. Belum banyak yang tahu, bahwa Spanyol menyimpan pesona tersendiri terutama bagi umat Islam. Bagian selatan Spanyol, atau yang akrab disebut dengan Andalusia, merupakan saksi sejarah bahwa kejayaan Islam pernah mencapai tanah Eropa. Beberapa peninggalan agama Islam masih bisa ditemui disana, termasuk sebuah masjid megah yang kini telah berubah menjadi katedral katolik. Tak mau menunda kesempatan, kami sekeluarga yang baru saja pindah ke Spanyol pun terpikat untuk segera menyambanginya.

Mezquita-catedral de Cordoba yang artinya Katedral-Masjid Cordoba terletak di kota Cordoba. Dari tempat tinggal kami di Sevilla, butuh sekitar 1 jam untuk sampai kesana. Jika anda tiba di Cordoba dengan kereta api seperti kami, katedral ini bisa ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 2 kilometer dari stasiun. Untuk pilihan menumpang bis, haltenya pun tak jauh berada dari lokasi stasiun. Dengan pertimbangan bahwa kami membawa 2 balita, maka bis pun menjadi pilihannya. Kami lalu turun di kawasan kota tua dan meneruskan perjalanan dengan sedikit berjalan kaki.

Setibanya disana, hanya melihat dari luar saja kami sudah dibuat takjub dengan gagahnya The Mezquita, nama populer dari katedral tersebut. Setiap tahunnya, sekitar 1,5 juta wisatawan dari seluruh dunia berkunjung untuk mengagumi bangunan yang mengesankan ini. Kombinasi berbagai gaya arsitektur yang menyatukan unsur-unsur agama Islam dan Kristen memberikan daya tarik tersendiri baginya.

Mengunjungi Mezquita memberikan gambaran tentang bagaimana peradaban pada masa lebih dari seribu tahun yang lalu. Bangunan ini pada awalnya merupakan kuil Pagan pada zaman Romawi, yang kemudian diubah menjadi gereja Visigoth. Ketika Islam masuk di abad pertengahan, Khalifah Abdurrahman I, pemimpin kekhalifahan Cordoba saat itu membangun dan mengembangkannya menjadi masjid di tahun 785 Masehi. Pembangunan dan pengembangan Mezquita kemudian berlangsung selama sekitar 200 tahun yang dilanjutkan oleh khalifah-khalifah setelahnya.

Pada zaman kekhalifahan Cordoba, umat Islam, Kristen, dan Yahudi hidup damai berdampingan. Kota Cordoba merupakan pusat ilmu pengetahuan di kawasan mediterania dengan Mezquita sebagai jantung peradabannya. Ilmuwan muslim Ibnu Rusydi atau Averroes adalah salah satu yang terlahir di kota ini. Pada masa Islam, Mezquita tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah tetapi juga sebagai tempat pengadilan syariah dan tempat perkuliahan.

Mezquita Dilihat dari Luar

Dari luar, bangunan Mezquita tampak seperti benteng. Temboknya membentang tinggi memagari seluruh area. Di sekelilingnya tampak gerbang-gerbang tinggi berarsitektur islam dengan warna khas emas dan ukiran kaligrafi. Hanya saja, saat ini gerbang-gerbang tersebut ditutup dan dikunci dengan menyisakan satu gerbang utama sebagai pintu masuk. Kami pun tak sabar untuk segera melihat langsung kemegahan Mezquita dari dalam.

Pintu gerbang utama membawa kami ke Patio de los Naranjos, sebuah taman dengan pohon-pohon jeruk dan kolam air mancur di tengahnya. Dahulu, kolam tersebut digunakan oleh umat Islam untuk mengambil wudu. Kami beruntung karena tiba cukup pagi. Jika hari sudah beranjak siang, antrian pengunjung yang ingin masuk ke dalam Mezquita bisa mengular. Untuk bisa masuk ke dalamnya, pengunjung dewasa dikenakan tarif 8 Euro, sedangkan anak usia 4-12 tahun dikenakan tarif 4 Euro. Mezquita juga bisa dikunjungi secara gratis. Caranya, datanglah kesana pada pukul 08.00-10-00 di hari selain minggu dan hari besar katolik lainnya. Pastikan anda juga berpakaian sopan. Peraturannya, bahu harus tertutup dan celana atau rok yang dikenakan minimal harus sepanjang lutut.

Patio de Los Naranjos

Dengan luas sekitar 23.400 m2, Mezquita pernah menjadi salah satu masjid yang terbesar di dunia, bahkan untuk standar ukuran saat ini. UNESCO pun menetapkan bangunan ini sebagai salah satu warisan budaya di dunia. Setelah pemeriksaan tiket, kami pun dipersilakan masuk. Sungguh mengagumkan, itulah kesan pertama kami ketika menapakkan kaki ke dalam Mezquita. Prinsip kebersihan dan keteraturan dalam Islam dijadikan landasan dalam bangunan ini.

Langit pagi yang terang menjadi tidak terasa ketika kami berada di dalam Mezquita. Cahaya di dalam cenderung temaram yang justru semakin menimbulkan rasa syahdu. Pencahayaan masjid diperoleh dari 4700 lampu minyak yang tergantung di antara pilar-pilar. Pilar-pilar ini berdiri teratur menyangga lengkungan tapal kuda yang menjulang hingga langit-langit. Terbuat dari marmer dan granit, pilar ini berjumlah 856 kolom yang berbaris seakan menyerupai labirin. Batu bata diselipkan berselang-seling di tiap lengkungnya, menciptakan pola merah-putih bergaris-garis yang memberikan karakter tersendiri pada bangunan ini. Lengkungan itu lalu dibuat bertumpuk supaya pilar tetap mampu menyangga langit-langit. Bisa dibayangkan, betapa majunya peradaban Islam saat itu. Masjid ini pun dianggap sebagai salah satu pencapaian arsitektur tertinggi bangsa Moor, bangsa yang membawa agama Islam masuk ke Spanyol.

Pilar-pilar dengan lampu yang temaram

Pilar-pilar dengan lampu yang temaram

Pilar dengan Lengkungan Khas Arsitektur Islam

Pilar dengan Lengkungan Khas Arsitektur Islam

Setelah Cordoba kembali pada pemerintahan kerajaan katolik di tahun 1236, Mezquita pun diubah fungsinya menjadi katedral kota. Pada awal abad ke 16, para Uskup lalu mengusulkan untuk mengembangkan katedral dengan menghancurkan Mezquita. Akan tetapi masyarakat kota menentang dengan dukungan kaisar Romawi saat itu. Komentar yang paling terkenal adalah dari Raja Charles V, ”Dengan menghancurkannya, maka kalian telah mengambil sesuatu yang unik dari dunia ini untuk kemudian menggantinya dengan sesuatu yang bisa dengan mudah ditemukan di setiap kota”. Akhirnya dewan kota pun hanya menambahkan katedral di tengah bangunan utama tanpa menghilangkan keseluruhan arsitektur dan interior dari Mezquita. Minaret, atau menara masjid yang biasa digunakan sebagai tempat azan lalu diubah menjadi menara lonceng katedral.

Pada awalnya, desain Mezquita secara alami akan mengarahkan pengunjung menuju mihrab, tempat imam memimpin salat. Hanya saja, karena saat ini area di tengah bangunan telah dialihfungsikan menjadi tempat misa, mihrab tidak lagi langsung terlihat. Dipicu oleh rasa penasaran, kami pun langsung mencari dimana letak mihrab tersebut.

Pembangunan mihrab dilakukan pada abad ke-10 oleh Khalifah Al-Hakam II. Hingga saat ini mihrab tersebut masih menunjuk ke arah Ka’bah. Konon, mihrab ini merupakan bagian paling impresif dan indah dari semua detail masjid secara keseluruhan. Benar saja, kami pun dibuat tercengang olehnya. Ceruk bagian dalam mihrab terlihat cukup sederhana tetapi detail di luarnya yang sangat indah seakan memagari kesucian tempat itu. Tak bisa ditahan lagi, bergetar hati ini membayangkan dulu imam-imam besar pernah memimpin salat di dalamnya.

Kubah di atas mihrab diukir pada batu marmer, granit, dan onyx. Di atasnya terdapat hiasan lengkung yang disebut dengan maqsura. Hiasan itu dibangun di bawah bimbingan seorang ahli bangunan yang dikirim oleh penguasa Kristen Konstantinopel. Penguasa itu lalu mengirimkan juga 1,6 ton batu emas untuk menghiasi maqsura tersebut.

Maqsura yang terletak tepat di atas mihrab bertuliskan asmaaul husna, 99 nama Allah, yang dibuat dari mosaik-mosaik emas. Bilik untuk kedua sisi yang mengapit mihrab juga berhias mosaik indah. Di bilik inilah khalifah dan para pengiringnya biasa berdoa pada saat itu. Selain itu, salah satu yang juga mengesankan dari mihrab ini adalah konstruksinya yang memungkinkan suara imam terpantul hingga bagian belakang masjid. Hal ini terjadi karena marmer pada bagian kubah dibuat menyerupai bentuk cangkang kerang.

Kubah di atas Mihrab

Kubah di atas Mihrab

mihrab (935x1280)

Mihrab yang Keasliannya Masih Terjaga Hingga Kini

Kondisi mihrab saat ini masih dijaga sesuai aslinya. Hanya saja, dengan alasan keamanan sekeliling area tersebut telah dipasang pagar sehingga pengunjung tidak bisa masuk ke dalamnya. Kabarnya beberapa tahun lalu pernah ada beberapa wisatawan muslim yang memaksa untuk bisa salat di sana. Meskipun tidak bisa dinikmati secara langsung, tidak terlintas sedikitpun keraguan pada kami bahwa mihrab ini merupakan suatu karya seni sangat indah. Bahkan pagar besi yang memberi jarak pada pengunjung pun tidak mengurangi kemegahannya.

Setelah puas mengagumi keindahan bangunan, kami pun beranjak menuju museum mini yang  menampilkan peninggalan-peninggalan bersejarah. Peninggalan ini dipamerkan di dalam kaca, masih di dalam bangunan Mezquita. Beberapa tulisan arab kuno dan kaligrafi yang dipahat di atas batu ditampilkan disana, termasuk beberapa artefak rumah tangga dan pedang kuno.

Kaligrafi yang dipamerkan di dalam Mezquita

Kaligrafi yang dipamerkan di dalam Mezquita

Berpose di dalam Mezquita

Tak terasa, sudah hampir 3 jam kami berkeliling di dalam Mezquita. Waktu makan siang pun telah tiba. Tak perlu khawatir bagi wisatawan islam, di sekeliling Mezquita setidaknya terdapat 3 restoran yang menjual makanan halal. Beberapa karyawan restoran tersebut biasanya aktif menawarkan makanan yang mereka jual ketika tahu bahwa anda adalah seorang muslim.

Matahari Cordoba masih bercahaya ketika kami memutuskan kembali ke rumah. Dalam  perjalanan pulang, kami pun terpekur. Sungguh ada sesuatu yang magis terasa di setiap sudut bangunannya. Labirin-labirin tak berdinding menjadi saksi bahwa dulu doa-doa pernah dipanjatkan oleh para jamaah yang bersimpuh. Imam yang berdiri di dalam mihrab seakan memimpin jalan menuju Mekkah. Merinding rasanya membayangkan bagaimana azan pernah bersahut-sahutan dan pilar-pilar di dalam masjid berdiri menyelingi para jamaah yang mendirikan salat di masa lampau. Meski ada rasa bangga di hati kami, tapi tak bisa dipungkiri bahwa ternyata rasa haru yang lebih mendominasi.

Oleh:

Riana Garniati Rahayu, tinggal di Spanyol.

*) Naskah asli sebelum dimuat di Rubrik Jalan-jalan Leisure Republika: Selasa, 11 Februari 2014.

Tulisan yang juga dimuat di Leisure Republika: Melihat Jakarta di Gothenburg

Tips menulis di Jalan-jalan Leisure Republika: Mejeng Dikit di Republika! 😉

Advertisement

21 thoughts on “Mezquita, Menapak Jejak Islam yang Tersisa di Negara Spanyol

    • salam kenal kembali mak Haya.. waaa seneng banget dimampirin mak Haya, salah satu yang menginsipirasi saya.. terima kasih.. semoga bisa mengikut jejak mak Haya 🙂

      Like

  1. Pingback: Melihat Jakarta di Gothenburg | Ketika keluarga Ibrahim bercerita...

  2. Salam kenal kak… jd mupeng ke sana nih baca tulisan & fotonya, rasa2nya pengen ambil wudhu trus sholat aja krn desain Mezquita mengingatkan pd Masjid Nabawi. Sempat mampir ke Madina Azzahara gk kak?
    Btw, kl mau main ke Cordoba, Granada & Sevila, 3 hari cukupkah? Rencananya tiba di Madrid, trus kl habis itu mau ke Denhaag, rekomendasinya nginap di satu kota aja or pindah2? Di kota apa?
    Terimakasih

    Like

    • Salam kenal kembali.. Waktu itu sayangnya kami gak sempat ke Medina Azahara.
      Untuk nginap, Sevilla dan Cordoba bisa dipilih hanya di satu lokasi aja. Sementara Granada sebaiknya sendiri. Sevilla dan Cordoba bisa pp sekali jalan 45 mnt – 1 jam 20′ dgn kereta. Granada dari 2 kota itu sama2 3 jam, jd sebaiknya mmg diluangkan khusus. Apalagi klo ke Alhambra bisa habis hampir seharian hanya utk muter2 disitu aja.

      Like

  3. Masya Allah mbak…
    Keren…
    Saya penggemar sejarah andalusia, punya keinginan suatu saat kelak saya bisa menginjakkan kaki di tanah yg dulu dihidupkan oleh cahaya islam…

    Like

  4. Assalamualaikum
    Salam kenal kak
    Saya firdaus
    Saya penggemar sejarah andalusia… bangga dan ta’jub melihat kemegahan islam masih tersisa setelah ribuan tahun lamanya… tapi terkadang juga merasa sedih & haru karena semua itu runtuh dalam waktu yg singkat karena fanatisme & perpecahan.

    Saya bercita2 suatu saat bisa berkunjung ke bumi andalusia. Insyaallah

    Dan terima kasih kak…
    Tulisannya begitu menginspirasi 🙂

    Like

  5. Keren mbak. Langsung aku book-marked ini blog. Memberi wawasan dan pengetahuan baru. Saya sangat suka dengan sejarah, budaya, dan seni di kota-kota atau negara yg mempunyai warisan sejarah, budaya, dan seni bukan kota/negara yg sudah terlalu dimodernisasi. Jadi ingat saat belajar di matakuliah cross-cultural understanding, American Studies, comparative literature, dsb khususnya ttg indigenous people, legenda, cerita rakyat di kota atau negara tertentu. Keren banget ini blog. Keep on writing!

    Like

  6. Salam. Nama saya Ahmad Kamal dari KL. Menarik tulisan puan. Hanya perlu sedikit opinion dari Pn. Saya dan isteri merancang visit Andalusia October ini insyaAllah. Seville, Cordoba dan Granada. Still undecided is it better to stay in Seville as our base and make a day trip to Cordoba or stay in Cordoba as our base. Rancangannya 4 malam dan Akan tinggal di Granada 3 malam. Appreciate yr opinion. Terima kasih.

    Like

  7. Pingback: Dua Lengkung yang Berbeda Kisah | Keluarga Ibrahim

  8. Pingback: Seberkas Cahaya dari Andalusia | Keluarga Ibrahim

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s