Allah Sebaik-baik Pembuat Rencana

Ummi Allah Sebaik Pembuat Rencana_fix

Dimuat di Majalah Ummi, Mei 2017

Awal tahun ini, Allah memberi kami kesempatan untuk merasakan pengalaman yang berbeda. Hampir 11 tahun lamanya hidup bersama (dengan pengecualian 1,5 tahun pertama terpisah Jakarta-Bandung), kami pun memulai lembaran baru berjudul “Long Distance Relationship.” Kalau dibanding Jakarta-Bandung dulu sih nggak ada apa-apanya… Plus saat ini, buntut kami sudah 3. Jangan ditanya rasanya 🙂

Tapi skenario Allah ternyata tidak berhenti sampai situ. Setelah 1,5 bulan berjauhan dengan suami, saya baru menyadari kalau Allah telah menitipkan lagi amanah-Nya yang lain.

—–

Kembali ke 11 tahun yang lalu…

Saya menikah semester 6, sehari sebelum ulang tahun ke 20. Setahun setelah menikah, saya pun lulus kuliah. Saat itu beberapa teman, kerabat, mulai bertanya-tanya kapan saya mau punya momongan. Padahal sejak awal kami tidak pernah menunda.

Setelah menyelesaikan kuliah, kami mulai hidup bersama. Pertanyaan-pertanyaan dari sekeliling pun makin ramai. Saya dan suami juga mulai periksa ke dokter. Tidak ada masalah dengan suami, sementara saluran tuba saya saat itu agak mampet di satu sisi. Setelah fisioterapi, alhamdulillah semuanya pun normal.

Tahun kedua pernikahan, tentu saja pertanyaan “kapan” tidak pernah surut, malah makin banyak. Alhamdulillah Allah memberi saya kekuatan. Setiap ada yang bertanya, selalu saya amin-kan sebagai doa. Tapi tentu manusiawi, kadang ada malam-malam di mana saya menangis di pelukan suami. Tanpa saya tahu, suami ternyata makin giat mendaftar berbagai beasiswa S3 ke luar negeri. Selain memang sudah cita-citanya, ada alasan lain yang tidak saya sangka. Ia ingin menjauhkan saya dari tekanan sekitar mengenai anak yang tidak kunjung hadir.

Allah Maha Baik kemudian memberinya beasiswa ke Swedia. Kami lalu sepakat untuk berpasrah pada jalan yang ada di hadapan kami saat itu. Suami lalu memulai studi S3, dan tahun berikutnya saya menyusul S2 di kampus yang sama. We took all the opportunities that we got. Kami jalani semua semaksimal mungkin, agar tak ada waktu kami yang sia-sia. Saya hampir selalu ikut kemana suami pergi jika ada seminar/konferensi di luar, juga sempat mengambil kuliah lapangan di Kenya, Afrika selama 2 bulan dengan ridho suami. Jika ada rezeki, kami juga menikmati liburan berdua saja. We lived our life to the fullest!

Allah memang belum memberi kami rezeki anak, tapi jangan sampai kami juga melupakan rezeki-rezeki-Nya yang lain.

Di sisi lain, doa-doa tidak berhenti kami panjatkan. Mencoba berbagai saran dan nasihat dalam menjalankan amalan-amalan yang diyakini bisa mempermudah kami untuk memperoleh keturunan.

Sampai sepulangnya saya dari Kuliah Lapangan di Kenya, kami pun memutuskan untuk juga mendaftar program bayi tabung. Alhamdulillaah semuanya gratis dari pemerintah Swedia.

Rangkaian tes sudah kami lakukan. Saat itu sudah hampir 5 tahun kami menikah. Terpotong liburan musim panas, kami pun mudik ke Indonesia sambil menunggu progres berikutnya. Dua minggu dari Indonesia, saya iseng mencoba testpack, yang selama ini teronggok dan mendekati masa kadaluarsa. Tidak ada ekspektasi, benar-benar sekedar mencoba!

Tak disangka, keluar lah garis dua yang selama ini kami tunggu-tunggu. Saat itu kami baru saja sahur di hari ke-27 Ramadhan. Saya lalu menangis sejadi-jadinya. Dalam sujud subuh, tidak henti-hentinya saya bersyukur.

Siang harinya, Rumah Sakit menelepon menanyakan jadwal program berikutnya. Saya katakan kalau saya hamil, dan dari seberang sana bisa saya dengar suara suster yang berkali-kali memberikan selamat…

Baca juga di: my POSITIVE story 🙂

Setelah hadirnya Raya, kami memutuskan untuk tidak menggunakan KB medis. Karena toh riwayat kami untuk punya keturunan juga tidak mudah dan usia pernikahan kami juga sudah masuk tahun ke-6. Maka jadi lah kami menjaga dengan semampu kami.

Selain itu, saya pernah berkeinginan kalau anak pertama dan kedua berjarak dua tahun. Keinginan yang sebenarnya tidak pernah diterjemahkan dalam bentuk doa, tapi Allah dengan Maha Kuasa nya mengabulkan! Saya hamil Bita ketika Raya masih berusia 13 bulan. Jadi lah saya melakoni nursing while pregnant sejak saat itu. Alhamdulillaah Allah juga memberi kemudahan hingga akhirnya Raya menyapih dirinya sendiri di usia 21 bulan, 3 minggu sebelum Bita lahir.

Prinsip saya, ASI adalah hak anak, maka selama koridor 2 tahun yang dianjurkan, saya akan berusaha semaksimal mungkin. Saya juga fokus pada pikiran positif dan bukan pada penyesalan meski Raya tidak bisa tuntas menyusu.

ASI selama 2 tahun memang hak anak, tapi pemberian anak dari Allah juga adalah rezeki yang sudah tertulis di lauhul mahfudz. Allah tidak pernah salah dan saya selalu percaya bahwa DIA akan selalu menggariskan sesuatu sebagaimana kemampuan hambaNya. Jadi yang bisa saya lakukan adalah menjalani segala sesuatunya dengan sebaik dan semampu saya.

Baca juga: Nursing while pregnant, and then… weaning or tandem nursing?

Sementara Alma, bisa dibilang kehadirannya adalah satu-satunya yang kami “rencanakan”.

Saat itu kami sudah dalam proses berangkat haji dari Spanyol. Di mana tidak ada larangan bagi ibu hamil untuk berhaji. Lalu saya pikir, jika ingin lancar dalam berhaji sebaiknya saya berangkat dalam keadaan hamil trimester dua, di mana segala sesuatunya sedang nyaman-nyamannya. Maka berhitung lah kami di saat-saat yang ditentukan beberapa bulan sebelum jadwal keberangkatan. Ternyata Allah dengan segala kebaikannya mengabulkan keinginan kami. Saya pun berhaji dalam keadaan hamil Alma 4 bulan. Alhamdulillaah!

Baca juga: Cerita Haji: Hamil dan Berhaji, Mungkinkah?

Kalau mengingat itu kembali, sungguh saya malu… Betapa Allah dengan rahasiaNya mengabulkan keinginan-keinginan kami yang bahkan belum tereja dalam doa.

Lalu bagaimana dengan datangnya amanah ke-4 ini?

Jujur, pada awalnya saya sempat mixed–feeling. Usia Alma belum sampai setahun ketika saya mulai hamil kembali. Jelas saja, ia pun masih full menyusui. Tapi saya lantas mencoba bermuhasabah, mengingat proses dari Raya, Bita, ke Alma hingga akhirnya sampai pada titik kepasrahan bahwa anak adalah hak prerogatif Allah. Dia Yang Maha Tahu.

Saya sempat berdiam diri. Tidak berbicara pada siapapun tentang hasil tes kehamilan saya. Bahkan pada suami, yang baru saya sampaikan keesokan harinya. Tapi tentu tak kuat rasanya terus-menerus menyimpan gumpal di dalam dada. Saya lalu berterus-terang, dan tepatnya, curhat dengan suami yang saat itu sudah di perantauan.

Mendengar dia yang tetap tenang dan selalu bersyukur, membuat saya juga mencoba mencari jawaban untuk ketenangan.

Saya flashback kembali ke memori saat tak henti berjuang mendapatkan Raya. Juga mengingat kembali betapa Allah kemudian memberi jawaban akan keinginan kami atas anak setelahnya. Jadi ketika kemudian kami diberi amanah ke-4 saat Alma anak ke-3 kami masih 10 bulan, maka ini adalah surprise dari-Nya. Sebuah hadiah, yang tidak perlu kami tunggu, karena Allah yang lebih tahu kapan saat yang terbaik.

Ini lah hak-Nya, tinggal bagaimana kami berusaha menjalankan kewajiban terhadap-Nya dengan sebaik-baiknya. When it is the time, it’s gonna be the best time. Tugas kita hanya bersyukur dan bersyukur… Dan bukankah Bunda Aisyah RA saja tidak dikarunia keturunan? Padahal beliau menikah sejak muda. Jadi memang ada rahasia Allah yang kita tidak pernah tahu.

Ditanya kok nggak hamil-hamil, pernah…

Ditanya kapan punya anak laki-laki, pernah…

Sampai dikomentari, “Wah udah hamil lagi aja, emangnya nggak KB ya?” juga pernah… 😊

Berapapun kelak jumlah keturunan yang kita punya, apapun jenis kelaminnya, itu semua adalah pertanyaan yang tidak bisa kita jawab melainkan Allah.

Jadi kalau sampai kita mempertanyakan hal seperti itu, apa tidak sama saja dengan mempertanyakan ketetapan Allah? ☺

Apalah saya, kami ini dibanding yang Maha Tahu. Masa 5 tahun pertama pernikahan kami lalui hanya berdua, sementara 5 tahun berikutnya sudah bertambah 3 anggota baru. Dan sekarang di tahun ke 11, alhamdulillah sedang menanti yang keempat.

Semoga Allah selalu merahmati kita dengan syukur dan kemampuan dalam mengambil hikmah dan menerima amanah-Nya. Doa saya bagi para pejuang positif, bagi para Ibu yang sedang hamil, dan bagi semua yang menginginkan menambah keturunan. Allah lah sebaik-baik pembuat rencana.

Mohon doanya pula, agar titipan Allah yang ke-4 ini selalu sehat dan selamat hingga kelak terlahir ke dunia.

*Disadur dan ditulis ulang dari: Anak Adalah Hak Prerogatif Allah – Teh Riana

Advertisement

12 thoughts on “Allah Sebaik-baik Pembuat Rencana

  1. Wah… selamat ya mba, Alhamdulillah istriku juga lagi hamil nih.. semoga mba Riana dan debay nya diberikan kesehatan dan keberkahan… udah lama saya baca cerita2 mba, tapi baru kali ini aja kasih komen 🙂 banyak tulisan mba yg menginspirasi saya nge blog

    Like

    • alhamdulillaah.. ikut senang mas.. semoga sehat selalu dan dilancarkan kehamilan dan persalinannya nanti 🙂 terima kasih sudah berkenan baca-baca di sini 🙂

      Like

  2. Assalamualaikum mba rian
    Perkenalkan saya dhiana..saya istri pak supriyanto alumnus chalmer juga th 2012.dan sekarang insyaAllah akan lanjut S3 di boras.mba riana boleh share pengalaman pertama kali tinggal di swedia..?saya agak cemas tentang diskriminasi2 muslim nya..dan ada kah course2 bahasa swedia disana mbak?saya sama sekali blm tau bahasa swedia.trmksh mba riana..

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s